Hukum Multi Level Marketing (MLM) dalam Islam

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Sobat, kali ini kita akan membahas "Hukum Kerja dengan Sistem Multi Level Marketing (MLM)". Menengok didaerah saya yang sedang marak-maraknya bisnis dengan sistem ini. Saya pribadi sebenarnya sudah mengetahui sejak lama bisnis dengan sistem seperti ini dan juga tentu sudah membaca artikel tentang hukumnya dalam pandangan Islam. 

Namun atas dasar masih banyak yang belum tau hukumnya dalam pandangan Islam, maka saya mencari artikel lama yang membahas hal tersebut dan coba menyimpannya dalam blog saya supaya bisa dibagi dengan masyarakat di daerah saya khususnya dan juga masyarakat di dunia dengan lebih mudah. Oh ya, bagi yang belum tau Pengertian Multi Level Marketing (MLM) dan Sistem Kerjanya langsung saja baca artikel saya tersebut ya sobat. Baik, langsung saja kita ke topik.

Hukum MLM
Hukum MLM
Apakah system Multi Level Marketing (MLM) dibenarkan dan dibolehkan oleh syariat? Atau malah dilarang?

Seorang muslim harusnya memperhatikan masalah halal dan haram. Segala yang haram harus dia jauhi, khususnya dalam masalah nafkah yang didapatkan. Karena barang haram  baik haram dzatnya atau sebab memperolehnya yang dikonsumsi akan menyebabkan ibadahnya tidak diterima dan doanya tidak dikabulkan. Dan keharaman akan menjadi sebab datangnya banyak musibah.

Begitulah dalam menyikapi system MLM, dia harus memastikan apakah hukumnya dibenarkan oleh syariat atau tidak? Maka pada sabtu malam (04/12/2010) yang lalu, Pengurus masjid Al-Muhajirin, Kavling Harapan Kita, Seroja, Bekasi Utara dalam kajian rutin bulanan di malam Ahad pertama mengkaji masalah ini. Ustadz Dr. Ahmad Zain An Najah, MA. Pengasuh kajian tersebut menyimpulkan bahwa Sistem MLM secara konvensional yang banyak ditemui di masyarakat hukumnya haram dengan enam alasan yang beliau kemukakan. Walaupun, menurut beliau masih banyak lagi alasan yang lain. Namun enam alasan tersebut sudah mencukupi untuk menyimpulkan hukumnya.

Menurut Doktor alumnus Al-Azhar Kairo ini, boleh atau tidaknya penjualan dengan MLM ditentukan oleh system yang dipraktekkan. Sebatas lebel syariah tidak menentukan kehalalan. Karenanya setiap system pemasaran dan penjualan barang dengan system MLM yang berlabel syariah perlu dikaji secara tersendiri dan khusus. Adakah kaidah dasar syariah yang dilanggarnya sehingga menyebabkan haramnya system yang digunakan? Berikut ini kami suguhkan kepada pembaca artikel, “MLM Dalam Pandangan Islam” yang menjadi panduan pada kajian di atas. Dan semoga tulisan beliau ini bisa menjawab pertanyaan seputar hukum MLM tersebut: MLM Dalam Pandangan Islam

Oleh: Dr. Ahmad Zain An Najah, MA
Akhir-akhir ini banyak masyarakat yang menanyakan hukum melakukan transaksi jual beli dengan system MLM (Multi Level Marketing). Tulisan di bawah ini mudah-mudahan bisa menjawab pertanyaan tersebut:  

Transaksi jual beli dengan menggunakan sistem MLM hukumnya haram. Alasan-alasannya adalah sebagai berikut :

Alasan Pertama: Di dalam transaksi dengan metode MLM, seorang anggota mempunyai dua kedudukan: 
  • Kedudukan pertama,  sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk secara langsung dari perusahaan atau distributor. Pada setiap pembelian, biasanya dia akan mendapatkan bonus berupa potongan harga.
  • Kedudukan kedua, sebagai makelar, karena selain membeli produk tersebut, dia harus berusaha merekrut anggota baru. Setiap perekrutan dia mendapatkan bonus juga. Pertanyaannya adalah bagaimana hukum melakukan satu akad dengan menghasilkan dua akad sekaligus, yaitu sebagai pembeli dan makelar?
Dalam Islam hal itu dilarang, ini berdasarkan hadist-hadist di bawah ini:

1. Hadits abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ
 “Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian.”( HR Tirmidzi, Nasai dan Ahmad. Berkata Imam Tirmidzi : Hadist Abu Hurairah adalah hadist Hasan Shahih dan bisa menjadi pedoman amal menurut para ulama)
Imam Syafi’i rahimahullah berkata tentang hadist ini, sebagaimana dinukil Imam Tirmidzi,  
“Yaitu jika seseorang mengatakan, ’Aku menjual rumahku kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu kepadaku dengan harga sekian. Jika budakmu sudah menjadi milikku berarti rumahku juga menjadi milikmu’.” (Sunan Tirmidzi, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz : 3, hlm. 533)
Kesimpulannya bahwa melakukan dua macam akad dalam satu transaksi yang mengikat satu dengan yang lainnya adalah haram berdasarkan hadist di atas.

2. Hadist Abdullah bin Amr, bahwasanya Rasulullahshallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :
 لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلَا رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
"Tidak halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan hutangan, dua syarat dalam satu transaksi, keuntungan menjual sesuatu yang belum engkau jamin, serta menjual sesuatu yang bukan milikmu." (HR. Abu Daud)
Hadits di atas juga menerangkan tentang keharaman melakukan dua transaksi dalam satu akad, seperti melakukan akad utang piutang dan jual beli, satu dengan yang lainnya saling mengikat. Contohnya: Seseorang berkata kepada temannya, “Saya akan jual rumah ini kepadamu dengan syarat kamu meminjamkan mobilmu kepada saya selama satu bulan.” Alasan diharamkan transaksi seperti ini adalah tidak jelasnya harga barang dan menggantungkan suatu transaksi kepada syarat yang belum tentu terjadi. (Al Mubarkufuri, Tuhfadh al Ahwadzi,  Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz : 4, hlm. 358, asy Syaukani, Nailul Author, Riyadh, Dar an Nafais, juz : 5, hlm: 173)

Alasan Kedua: Di dalam MLM terdapat makelar berantai.  Sebenarnya makelar (samsarah) dibolehkan di dalam Islam, yaitu transaksi di mana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya memasarkan produk dan pertemukannya dengan pembelinya.
Adapun makelar di dalam MLM bukanlah memasarkan produk, tetapi memasarkan komisi. Maka, kita dapatkan setiap anggota MLM memasarkan produk kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya, sehingga terjadilah pemasaran berantai. Dan ini tidak dibolehkan karena akadnya mengandung gharar dan spekulatif.

Alasan Ketiga: Di dalam MLM terdapat unsur perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu produk yang ditawarkan, sebenarnya niatnya  bukan karena ingin memanfaatkan atau memakai produk tersebut, tetapi dia membelinya sekedar sebagai sarana untuk mendapatkan point yang nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang diharapkan tersebut belum tentu ia dapatkan.
Perjudian juga seperti itu, yaitu seseorang menaruh sejumlah uang di meja perjudian, dengan harapan untuk meraup keuntungan yang lebih banyak, padahal keuntungan tersebut belum tentu bisa ia dapatkan.  

Alasan Keempat: Di dalam MLM banyak terdapat unsur gharar  (spekulatif) atau sesuatu yang tidak ada kejelasan yang diharamkan Syariat, karena anggota yang sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak. Tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau malah merugi.

Dan Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri melarang setiap transaksi yang mengandung gharar, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata : 
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara al-hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur gharar (spekulatif).“ (HR. Muslim, no: 2783)
Alasan Kelima: Di dalam MLM terdapat hal-hal yang bertentangan dengan kaidah umum jual beli, seperti kaidah :Al Ghunmu bi al Ghurmi, yang artinya bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau resiko yang dihadapinya. Di dalam MLM ada pihak-pihak yang paling dirugikan yaitu mereka yang berada di level-level paling bawah, karena merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang yang berada pada level atas.
Merekalah yang terus menerus mendapatkan keuntungan-keuntungan tanpa bekerja, dan mereka bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Apalagi jika mereka kesulitan untuk  melakukan perekrutan, dikarenakan jumlah anggota sudah sangat banyak.

Alasan Keenam: Sebagian ulama mengatakan bahwa transaksi dengan sistem MLM mengandung riba riba fadhl,karena anggotanya membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya, seakan-akan ia menukar uang dengan uang dengan jumlah yang berbeda. Inilah yang disebut dengan riba fadhl (ada selisih nilai). Begitu juga termasuk dalam kategori riba nasi’ah, karena anggotanya mendapatkan uang penggantinya tidak secara cash.
Sementara produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanya sebagai sarana untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota, sehingga keberadaannya tidak berpengaruh dalam hukum transaksi ini.

Keharaman jual beli dengan sistem MLM ini, sebenarnya sudah difatwakan oleh sejumlah ulama di Timur Tengah, diantaranya adalah Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan yang dikeluarkan pada tanggal 17 Rabi’ul Akhir 1424 H, bertepatan dengan tanggal 17 Juni 2003 M pada majelis no. 3/24. Kemudian dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah Arab Saudi pada tanggal 14/3/1425 dengan nomor (22935). Wallahu A’lam.

Sumber : Facebook

0 Response to "Hukum Multi Level Marketing (MLM) dalam Islam"

Post a Comment

1. Berkomentarlah dengan baik, sopan dan berwibawa.
2. Dilarang berkomentar yang berbau SARA.
3. Dilarang spam dan menyertakan link aktif.

Terima Kasih sudah berkunjung! ^_^